SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

ANDA AKAN MENEMUKAN APA YANG ANDA CARI SELAMA INI

Rabu, 03 Maret 2010

kiai nya kyai indonesia

Kiai Muhammad Khalil Al Maduri (1235 – 1341 H / 1820 – 1923 M)

Nama lengkapnya adalah Kiai Haji Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Dia berasal dari keluarga ulama. Pendidikan dasar agama diperolehnya langsung daripada keluarga. Menjelang usia dewasa, ia dikirim ke berbagai pondok pesantren untuk menimba ilmu agama.

Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiai Muhammad Khalil belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan, ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan, dan Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini, ia belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi.

Saat menjadi santri, Muhammad Khalil telah menghafal beberapa matandan yang ia kuasai dengan baik adalah matan Alfiyah Ibnu Malik yang terdiri dari 1.000 bait mengenai ilmu nahwu. Selain itu, ia adalah seorang hafidz (hafal Alquran) dengan tujuh cara menbacanya (kiraah).

Pada 1276 Hijrah 1859, Kiai Muhammad Khalil melanjutkan pelajarannya ke Makkah. Di sana, ia bersahabat dengan Syekh Nawawi Al-Bantani. Ulama-ulama Melayu di Makkah yang seangkatan dengannya adalah Syekh Nawawi al-Bantani (lahir 1230 Hijrah/1814 Masehi), Syekh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233 Hijrah/1817 Masehi), Syekh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani (lahir 1234 Hijrah/1818 Masehi), dan Kiai Umar bin Muhammad Saleh Semarang.

Ia adalah orang yang tak pernah lelah belajar. Kendati sang guru lebih muda, namun jika secara keilmuan dianggap mumpuni, maka ia akan hormat dan tekun mempelajari ilmu yang diberikan sang guru. Di antara gurunya di Makkah adalah Syekh Ahmad al-Fathani. Usianya hampir seumur anaknya. Namun karena tawaduknya, Kiai Muhammad Khalil menjadi santri ulama asal Patani ini.

Kiai Muhammad Khalil Al-Maduri termasuk generasi pertama mengajar karya Syeikh Ahmad al-Fathani berjudul Tashilu Nailil Amani, yaitu kitab tentang nahwu dalam bahasa Arab, di pondok pesantrennya di Bangkalan. Karya Syekh Ahmad al-Fathani yang tersebut kemudian berpengaruh dalam pengajian ilmu nahwu di Madura dan Jawa sejak itu, bahkan hingga sekarang masih banyak pondok pesantren tradisional di Jawa dan Madura yang mengajarkan kitab itu.

Kiai Muhammad Khalil juga belajar ilmu tarikat kepada beberapa orang ulama tarikat yang terkenal di Mekah pada zaman itu, di antaranya Syekh Ahmad Khatib Sambas. Tarikat Naqsyabandiyah diterimanya dari Sayid Muhammad Shalih az-Zawawi.

Sewaktu berada di Makkah, ia mencari nafkah dengan menyalin risalah-risalah yang diperlukan para pelajar di sana. Itu pula yang mengilhaminya menyususn kaidah-kaidah penulisan huruf Pegion bersama dua ulama lain, yaitu Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Saleh as-Samarani. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.

Sepulang dari Makkah, ia tersohor sebagai ahli nahwu, fikih, dan tarikat di tanah Jawa. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah barat laut dari desa kelahirannya. Pondok-pesantren tersebut kemudian diserahkan pimpinannya kepada anak saudaranya, sekaligus adalah menantunya, yaitu Kiai Muntaha. Kiyai Muntaha ini berkahwin dengan anak Kiyai Muhammad Khalil bernamIa sendiri mengasuh pondok pesantren lain di Bangkalan.

Kiai Muhammad Khalil juga pejuang di zamannya. memang, saat pulang ke Tanah Air ia sudah uzur. Yang dilakukannya adalah dengan pengkader para pemuda pejuang di pesantrennya untuk berjuang membela negara. Di antara para muridnya itu adalah KH Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama), KH Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); KH Bisri Syansuri (pendiri Pondok Pesantren Denanyar), KH Ma’shum (pendiri Pondok Pesantren Lasem, Rembang), KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang), dan KH As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo).

Kiai Muhammad Khalil al-Maduri wafat dalam usia yang lanjut, 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah, bertepatan dengan tanggal 14 Mei 1923 Masehi.

Benarkah Shafar Bulan yang Menakutkan dan Bulan Kesialan ?



Sekarang ini kita telah memasuki bulan Shafar, bulan kedua dari penanggalan Hijriyah. Oleh sebagian ulama, bulan Shafar ini diberi julukan Shofarul Khoir, artinya Shofar yang penuh kebaikan. Kenapa dinamakan demikian? Karena umumnya orang awam menyangka bahwa bulan Shofar adalah bulan sial atau penuh dengan bala (bencana). Sehingga untuk membuat rasa optimis umat Islam maka dinamakanlah Shofarul Khoir. Sehingga bulan Shafar tidak terkesan menakutkan apalagi dipercaya sebagai bulan kesialan. Padahal setiap bulan-bulan Islam itu memiliki kekhususan dan keistimewaan sendiri-sendiri, demikian pula Shafar.

Pada dasarnya hari dan bulan dalam satu tahun adalah sama. Tidak ada hari atau bulan tertentu yang membahayakan atau membawa kesialan. Keselamatan dan kesialan pada hakikatnya hanya kembali pada ketentuan takdir Ilahi.

Pada masa jahiliyah, orang Arab beranggapan bahwa bulan Shafar merupakan bulan yang tidak baik. Bulan yang banyak bencana dan musibah, sehingga orang Arab pada masa itu menunda segala aktivitas pada bulan Shafar karena takut tertimpa bencana. Begitu juga dalam tradisi kejawen, banyak hitungan-hitungan yang digunakan untuk menentukan hari baik dan hari tidak baik, hari keberuntungan dan hari kesialan. Lalu bagaimana menurut syariah Islam?

Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, Rosulullah SAW meluruskan dan menjelaskan tentang hal-hal yang merupakan penyimpangan akidah itu. Rasulullah bersabda:

“Tidak ada penularan penyakit, tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk, tidak boleh berprasangka buruk, dan tidak ada keburukan dalam bulan Shafar.”

Kemudian seorang A’roby (penduduk pedesaan arab), bertanya kepada Rasulullah:

“Wahai Rasulullah, lalu bagaimana dengan onta yang semula sehat kemudian berkumpul dengan onta yang kudisan kulitnya, sehingga onta tersebut menjadi kudisan pula?”

Kemudian Rasulullah menjawab dengan sebuah pertanyaan:

“Lalu siapa yang menularkan (kudis) pada onta yang pertama?”

Ungkapan hadits laa ‘adwaa’ atau tidak ada penularan penyakit itu, bermaksud meluruskan keyakinan golongan jahiliyah. Pada saat itu mereka berkeyakinan bahwa penyakit itu dapat menular dengan sendirinya, tanpa bersandar pada ketentuan dari takdir ilahiyah.

Oleh sebab itu, untuk meluruskan keyakinan mereka, Rasulullah menjawab pertanyaan mereka dengan pertanyaan pula. Jika penyakit kudis onta yang sehat berasal dari onta yang sudah kudisan, onta yang kudisan dari yang lain, kemudian siapa yang menularkan penyakit kudis pada onta yang pertama kali terkena penyakit kudis?

Sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allah SWT. Penularan hanyalah sebuah sarana berjalannya takdir Allah. Namun walaupun kesemuanya kembali kepada Allah, bukan semata-mata sebab penularan, manusia tetap diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha agar terhindar dari segala musibah. Dalam kesempatan yang lain Rasulullah bersabda:

“Janganlah onta yang sakit didatangkan pada onta yang sehat”.

Dalam hadits yang lain disebutkan:

“Larilah dari orang yang sakit lepra, seperti kamu lari dari singa.”

Maksud hadits laa thiyaarota atau tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk adalah bahwa sandaran tawakkal manusia itu hanya kepada Allah, bukan terhadap makhluk atau ramalan. Karena hanyalah Allah yang menentukan baik dan buruk, selamat atau sial, kaya atau miskin.

Pada masa peradaban Jahiliyyah, mereka menggantungkan nasib baik dan nasib buruk pada kepakan sayap seekor burung. Jika mereka akan bepergian atau aktivitas yang lain, mereka melapaskan seekor burung. Apabila burung terbang ke arah kanan atau belok ke arah kanan, maka pertanda nasib baik dan mereka akan meneruskan perjalanannya. Begitu sebaliknya, jika burung yang dilepaskan terbang ke arah kiri atau belok kiri, maka pertanda nasib buruk dan mereka akan mengurungkan perjalanannya, karena mereka meyakini bahwa hal itu pertanda buruk.

Dalam hadits riwayat Imam Thobroni, Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak akan mendapat derajat tinggi orang pergi ke dukun, orang bersumpah untuk kepentingan pribadi, atau orang yang kembali atau tidak jadi bepergian karena ramalan.”

Maksud hadits walaa hammata adalah tidak baik dalam berprasangka buruk akan datangnya bencana atau musibah. Ketika itu orang Arab mempercayai, “Jika di malam hari ada burung hantu terbang di atas rumahnya, maka itu menandakan akan ada yang meninggal dunia.”

Mereka juga mempercayai, jika ada pembunuhan yang belum terbalaskan, kemudian malam harinya ada burung hantu yang terbang di atas rumahnya, itu menandakan ruh dari orang yang dibunuh belum bisa tenang, masih melayang-layang menuntut pembalasan. Pemahaman dan kepercayaan semacam ini amat sangat keliru, sehingga Rasulullah meluruskan dengan hadits diatas.

Walaa Shafara atau tidak ada keburukan dalam bulan Shafar. Hadits tersebut untuk mematahkan keyakinan yang keliru di kalangan jahiliyah. Mereka menganggap bahwa bulan Shafar merupakan bulan yang kurang baik, yang banyak musibah dan bencana, sehingga mereka menilai dan berprasangka buruk terhadap bulan Shafar.

Menurut Islam, semua bulan dan hari itu baik, masing-masing mempunyai sejarah, keistimewaandan peristiwa sendiri-sendiri. Jika bulan tertentu mempunyai sisi nilai keutamaan yang lebih, bukan berarti bualn yang lain merupakan bulan yang buruk. Misalnya, dalam bulan Romadlon ada peristiwa Nuzul al Qur’an dan Lailat al Qodar, dalam bulan Rojab ada Isro’ dan Mi’roj dan dalam bulan Robi’ul Awwal ada peristiwa Maulid atau kelahiran Rasulullah SAW dan lain-lain.

Jikalau ada kejadian tragis atau peristiwa yang memilukan dalam sebuah bulan, itu bukan berarti bulan tersebut merupakan bulan musibah atau bulan yang penuh kesialan. Namun kita harus pandai-pandai mencari hikmah di balik peristiwa itu, dan amaliah apa yang harus dilakukan sehingga terhindar dan selamat dari berbagai musibah.
Imam Ibn Hajar ash Shafii tentang hari Nahas

Al Imam Ibn Hajar al Haitami pernah ditanya tentang bagaimana status adanya hari nahas yang oleh sebagian orang dipercaya, sehingga mereka berpaling dari hari itu atau menghindarkan suatu pekerjaannya karena dianggap hari itu penuh kesialan.

Beliau menjawab bahwa jika ada orang mempercayai adanya hari nahas (sial) dengan tujuan mengharuskan untuk berpaling darinya atau menghindarkan suatu pekerjaan pada hari tersebut dan menganggapnya terdapat kesialan, maka sesungguhnya yang demikian ini termasuk tradisi kaum Yahudi dan bukan sunnah kaum muslimin yang selalu tawakkal kepada Allah dan tidak berprasangka buruk terhadap Allah.

Sedangkan jika ada riwayat yang menyebutkan tentang hari yang harus dihindari karena mengandung kesialan, maka riwayat tersebut adalah bathil, tidak benar, mengandung kebohongan dan tidak mempunyai sandaran dalil yang jelans, untuk itu jauhilah riwayat seperti ini. (Fatawa Al Haditsiyah)

Kita semua yakin bahwa terjadinya musibah atau gejala alam yang menimpa manusia, bukan karena adanya hari nahas atau karena adanya binatang tertentu atau karena adanya kematian seseorang. Yang kita yakini adalah semua yang terjadi di alam ini adalah dengan takdir dan kehendak Allah.

Hari-hari, bulan, matahari, bintang dan makhluk lainnya tidak bisa memberikan manfaat atau madlarat (bahaya), tetapi yang memberi manfaat dan madlarat adalah Allah semata. Maka meyakini ada hari nahas atau hari sial yang menyebabkan seorang muslim menjadi pesimis, tentunya itu bukan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah.

Semua hari adalah baik, dan masing-masing ada keutamaan tersendiri. Hari dimana kita menjaganya dan mengisinya dengan kebaikan dan ketaatan, itulah hari yang sangat menggembirakan dan hari raya buat kita. Seperti dikatakan oleh ulama Salaf, hari rayaku adalah setiap hari dimana aku tidak bermaksiat kepada Allah pada hari itu, dan tidak tertentu pada suatu hari saja.
Misteri Rabu Wekasan (Rabu akhir Bulan Shafar)

Lalu bagaimana dengan Rabu wekasan yang sering kita dengar bahwa pada hari itu adalah hari yang penuh bala dan musibah, bahkan bala selama setahun penuh diturunkan pada hari Rabu tersebut?

Ketahuilah bahwa tidak ada satupun riwayat dari Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa Rabu akhir Shafar adalah hari nahas atau penuh bala. Pendapat di atas sama sekali tidak ada dasaran dari hadits Nabi Muhammad yang mulia. Hanya saja disebutkan dalam kitab Kanzun Najah wa as Suruur halaman 24, sebagian ulama Sholihin Ahl Kasyf (ulama yang memiliki kemampuan melihat sesuatu yang samar) berkata:

“Setiap tahun turun ke dunia 320.000 bala (bencana) dan semua itu diturunkan oleh Allah pada hari Rabu akhir bulan Shafar, maka hari itu adalah hari yang paling sulit.”

Dalam kitab tersebut, pada halaman 26 dinyatakan, sebagian ulama Sholihin berkata:

“sesungguhnya Rabu akhir bulan Shafar adalah hari nahas yang terus menerus.”

Pendapat ulama Sholihin di atas, sama sekali tidak memiliki dasar hadits yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Oleh karena itu, jangan pesimis dan merasa ketakutan jika menghadapi Rabu wekasan. Sekali lagi harus diingat bahwa yang menurunkan bala’ dan membuat kemanfaatan atau bahaya adalah Allah SWT dan atas kehendakNya, bukan karena hari tertentu atau perputaran matahari.

Perlu diingat pula, perilaku pesimis yang diakibatkan adanya sesuatu, sehingga meninggalkan pekerjaan atau bepergian karena hari tertentu misalnya atau karena adanya burung tertentu lewat ke arah tertentu, itu dinamakan thiyarah dan thiyarah ini jelas-jelas diharamkan karena itu adalah kebiasaan orang jahiliyah.

Bahkan kalau kita mau bersikap obyektif, ternyata hari Rabu adalah hari yang penuh keberkahan. Seperti diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi dalam Syu’ab al Iman bahwa doa dikabulkan pada hari Rabu setelah Zawaal (tergelincirnya matahari),

Demikian pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir Ibn Abdillah, bahwa Nabi Muhammad SAW mendatangi masjid al Ahzab pada hari Senin, Selasa dan Rabu antara Dzuhur dan Ashar, kemudian beliau meletakkan serbannya dan berdiri lalu berdoa. Jabir berkata:

“Kami melihat kegembiraan memancar dari wajah beliau.”

Demikian disebutkan dalam kitab-kitab sejarah (Kanzun Najah wa al Surur 36)

Kalau kita menganggap bahwa hari Rabu wekasan adalah hari penuh bala, lalu bagaimana dengan hari lainnya? Padahal Allah jjika hendak menurunkan azab atau bala tidak akan menunggu hari-hari tertentu yang dipilih dan ditentukan oleh manusia. Tapi Allah dengan kekuasaannya dapat bertindak dan berbuat sekehendak-Nya.

Maka seharusnya kita waspada dengan kemurkaan Allah setiap hari dan setiap saat, sebab kita tidak tahu kapan bala itu akan turun. Maka perbanyaklah istighfar, bertaubat dan mengharap rahmat Allah, sebagaimana Rasulullah beristighfar seratus kali setiap hari. Inilah teladan kita, tidak menunggu Rabu wekasanv saja untuk _istighfar dan bertaubat.

Hal serupa sering kita dengar, bahwa sebagian orang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal, takut terjadi ini dan itu yang semuanya tidak ada dasar hukum yang jelas. Budaya ini berawal pada zaman Jahiliyah, disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati menjadi korban termasuk beberapa pasangan pengantin, maka sejak itu mereka kaum jahilin tidak mau melangsungkan pernikahan pda bulan Syawal.

Jadi, jika zaman sekarang ada seseorang tidak mau menikah pada bulan Syawal karena takut terkena penyakit atau musibah atau tidak punya anak, ketahuilah bahwa dia telah mengikuti langkah kaum jahiliyyah. Hal itu bukanlah perilaku umat Nabi Muhammad SAW. Sayyidah Aisyah RA bahkan menentang budaya seperti ini dan berkata:

“Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”

Nabi Muhammad juga menikahi Sayyidah Ummu Salamah juga pada bulan Syawal.

Wallahu a’lam.

Mengapa Air Telinga Pahit Rasanya? Mengapa Air Mata Asin Rasanya? Mengapa Air Liur Tawar Rasanya?



Sudah merupakan ketentuan Allah Subhaanahu Wata’aala bahwasannya air telinga itu pahit rasanya. Fungsinya adalah agar hewan-hewan kecil tidak mudah masuk ke dalam rongga telinga. Setiap kali ada hewan kecil yang berusaha masuk ke dalamnya, pastilah ia akan segera berbalik mencari jalan keluar.

Allah menciptakan air mata rasanya asin, tujuannya agar dapat menjaga kesehatan mata, sebab lemak yang ada pada mata mudah sekali rusak, maka air matapun diciptakan asin untuk memelihara keduanya.

Dan Allah menciptakan air liur itu rasanya tawar agar dapat mencicipi berbagai jenis rasa sesuai dengan rasa aslinya. Sebab, bila rasanya tidak tawar, tentunya setiap rasa akan berubah. Misalnya orang yang air liurnya menjadi pahit karena penyakit, maka segala sesuatu yang dicicipinya menjadi pahit, padahal sebenarnya tidak pahit.

Seorang penyair berkata :
Siapa saja yang air liurnya pahit karena sakit
Maka air tawar akan terasa pahit baginya

TATO Sebabkan Penyakit Kulit Mematikan (Bukti Kebenaran Larangan Nabi SAW )



Sebuah riset medis yang baru-baru ini dipublikasikan menyebutkan, menindik tato pada kulit dapat menyebabkan penyakit kulit yang mematikan, dikenal dengan nama Penyakit Pemakan Tubuh. Penyakit ini mengakibatkan terbunuhnya sel-sel tubuh.

Beberapa peneliti pada ikatan kesehatan telah mengingatkan, orang-orang yang menindik tato menceburkan dirinya ke dalam bahaya terserang penularan bakteri kulit yang kebal terhadap tanaman-tanaman kesehatan.

Berdasarkan laporan kantor berita REUTERS, Pusat Penanggulangan Penyakit Dan Pencegahan, Amerika Serikat mengatakan, pemantauan terhadap enam kejadian menunjukkan merebaknya penularan bakteri mematikan tersebut.

MRSA merupakan jenis bakteri yang tumbuh berkembang melalui penindikan tato oleh pihak yang melakukannya secara ilegal.

Penyebaran virus MRSA tampak dalam bentuk benjolan-benjolan kecil atau bagian-bagian kulit yang meradang. Oleh karena itu, sangat mungkin sekali menyebabkan terjadinya problem besar dan berbahaya seperti radang paru-paru atau kanker darah. Dalam sebagian kondisi, dapat menyebabkan terserang peradangan tipis yang mematikan sel-sel yang disebut dengan ?Penyakit Pemakan Tubuh.?

Manakala sebagian besar penyebaran virus tersebut terbatas pada rumah-rumah sakit dalam waktu tertentu, maka virus tersebut santer menyerang secara tajam di tengah masyarakat seperti di kalangan para NAPI, tim olahraga dan kelompok lainnya yang memiliki hubungan kental antara satu dengan yang lainnya. Bisa jadi, karena mereka sama-sama menggunakan alat-alat yang tercemar.

Pengamatan yang dilakukan para peneliti kesehatan menunjukkan, dalam banyak kasus, orang-orang yang menindik tato tidak mengindahkan kaidah-kaidah kesehatan yang berlaku seperti mengganti sarung tangan dari kasus ke kasus, menggunakan pembersih kulit atau pun alat-alat yang mencegah tersebarnya virus.

Seperti diketahui, agama Islam melarang pemakaian tato yang tercermin dalam hadits Rasulullah SAW yang melaknat ?wanita yang mentato dan minta ditato.? Ini telah disinyalir hadits nabawi 1400 tahun sebelum para dokter menyingkap bahanyanya tersebut.

Mesin Wudhu Otomatis Seharga US$ 4 Ribu Diluncurkan



Mesin wudhu otomatis ini membantu untuk berhemat air. Diluncurkan dengan sensor otomatis, mesin wudhu ini dibanderol seharga US$ 3 ribu - US$ 4 ribu (Rp 28 juta - Rp 38 juta).

Adalah perusahaan Malaysia, AACE Technologies yang meluncurkan mesin wudhu itu di Kuala Lumpur, Malaysia seperti dilansir dari Reuters, Senin (1/2/2010).

Mesin itu berwarna hijau dan berornamen. Ada 2 bak di mesin itu, bak untuk cuci tangan di bagian atas dan bak untuk cuci kaki di bawah. Di tiap bak ada keran yang dilengkapi sensor. Air hanya akan keluar jika kaki atau tangan berada di bawah kran itu.

"Menghemat air adalah motivasi orang-orang untuk mengadopsi cara ini daripada cara konvensional, di mana banyak air yang terbuang," ujar Kepala AACE Anthony Gomez.

Alat itu juga bisa mengeluarkan suara ayat-ayat Alquran yang sudah direkam. Mesin wudhu itu memiliki tinggi 1,65 meter, dan membutuhkan 1,3 liter air untuk sekali wudhu dibandingkan dengan wudhu konvensional yang biasanya membiarkan kran air terbuka selama beberapa menit.

"Saat musim haji, 2 juta orang menggunakan 50 juta liter air per hari untuk wudhu. Kalau mereka memakai mesin ini, mereka akan berhemat 40 juta liter air per hari," imbuh Gomez.

Dubai sudah menunjukkan ketertarikannya untuk memiliki produk ini untuk ditempatkan di bandaranya. Namun mesin itu membutuhkan waktu 2 tahun untuk pengembangan lebih lanjut yang memakan biaya US$ 2,5 juta.

Selasa, 02 Maret 2010

Geralan Sholat Bermanfaat Untuk Kesehatan Tubuh




Shalat
ternyata tidak hanya menjadi amalan utama di dalam kehidupan ini, tetapi
gerakan-gerakan shalat paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia.
Bahkan dari sudut medis, shalat adalah gudang obat dari berbagai jenis
penyakit.

Allah, Sang Maha Pencipta, tahu persis apa yang sangat
dibutuhkan oleh ciptaanNya, khususnya manusia. Semua perintahNya tidak
hanya bernilai ketakwaan, tetapi juga mempunyai manfaat besar bagi
tubuh manusia itu sendiri. Misalnya, puasa, perintah Allah di rukun
Islam ketiga ini sangat diakui manfaatnya oleh para medis dan ilmuwan
dunia barat. Mereka pun serta merta ikut berpuasa untuk kesehatan diri
dan pasien mereka.

Begitu pula dengan shalat. Ibadah shalat
merupakan ibadah yang paling tepat untuk metabolisme dan tekstur tubuh
manusia. Gerakan-gerakan di dalam shalat pun mempunyai manfaat
masing-masing. Misalnya:

Takbiratul Ihram

Berdiri tegak,
mengangkat kedua tangan sejajar tlinga, lalu melipatnya di depan perut
atau dada bagian bawah. Gerakan ini bermanfaat untuk melancarkan aliran
darah, getah bening (limfe), dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung
di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancer ke seluruh tubuh. Saat
mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya
oksigen menjadi lancer. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut
atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan
persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.

Ruku’

Ruku’
yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila
diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah.
Posisi kepala lurus dengan tulang belakang. Gerakan ini bermanfaat
untuk menjaga kesempurnaan posisi serta fungsi tulang belakang (corpus
vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf. Posisi jantung
sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian
tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi untuk merelaksasikan
otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah sarana latihan
bagi kemih sehingga gangguan prostate dapat dicegah.

I’tidal

Bangun
dari ruku’, tubuh kembali tegak setelah mengangkat kedua tangan
setinggi telinga. I’tidal merupakan variasi dari postur setelah ruku’
dan sebelum sujud. Gerakan ini bermanfaat sebagai latihan yang baik
bagi organ-organ pencernaan. Pada saat I’tidal dilakukan, organ-organ
pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara
bergantian. Tentu memberi efek melancarkan pencernaan.

Sujud

Menungging
dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada
lantai. Posisi sujud berguna untuk memompa getah bening ke bagian leher
dan ketiak. Posis jantung di atas otak menyebabkan daerah kaya oksigen
bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir
seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya lakukan sujud dengan tuma’ninah,
tidak tergesa-gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Posisi
seperti ini menghindarkan seseorang dari gangguan wasir. Khusus bagi
wanita, baik ruku’ maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi
kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.

Duduk di antara sujud

Duduk
setelah sujud terdiri dari dua macam yaitu iftirosy (tahiyat awal) dan
tawarru’ (tahiyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
pada saat iftirosy, tubuh bertumpu pada pangkal paha yang terhubung
dengan saraf nervus Ischiadius. Posisi ini mampu menghindarkan nyeri
pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu
berjalan. Duduk tawarru’ sangat baik bagi pria sebab tumit menekan
aliran kandung kemih (uretra), kelenjar kelamin pria (prostate) dan
saluran vas deferens. Jika dilakukan dengan benar, posisi seperti ini
mampu mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan
tawarru’ menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian
relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga
kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.

Salam

Gerakan
memutar kepala ke kanan dank e kiri secara maksimal. Salam bermanfaat
untuk bermanfaat untuk merelaksasikan otot sekitar leher dan kepala
menyempurnakan aliran darah di kepala sehingga mencegah sakit kepala
serta menjaga kekencangan kulit wajah.

Gerakan sujud tergolong
unik. Sujud memiliki falsafah bahwa manusia meneundukkan diri
serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari pantatnya sendiri. Dari
sudut pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu mengenai kekebalan tubuh
dari sudut pandang psikologis) yang di dalami Prof. Soleh, gerakan ini
mengantarkan manusia pada derajat setinggi-tingginya. Mengapa?

Dengan
melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih
untuk menerima banyak pasokan oksigen. Pada saat sujud, posisi jantung
berada di atas kepala yang memungkinkan darah mengalir maksimal ke
otak. Artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu
kerja sel-selnya. Dengan kata lain, sujud yang tuma’ninah dan kontinu
dapat memicu peningkatan kecerdasan seseorang.

Setiap inci otak
manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal.
Darah tidk akan memasuki urat saraf di dalam otak melainkan ketika
seseorang sujud dalam shalat. Urat saraf tersebut memerlukan darah
untuk beberapa saat tertentu saja. Ini berarti, darah akan memasuki
bagian urat tersebut mengikuti waktu shalat, sebagaimana yang telah
diwajibkan dalam Islam.

Riset di atas telah mendapat pengakuan
dari Harvard University, Amerika Serikat. Bahkan seorang dokter
berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya menyatakan diri masuk Islam
setelah diamdiam melakukan riset pengembangan khusus mengenai gerakan
sujud. Di samping itu, gerakan-gerakan dalam shalat sekilas mirip
gerakan yoga ataupun peregangan (stretching). Intinya, berguna untuk
melenturkan tubuh dan melancarkan peredaran darah. Keunggulan shalat
dibandingkan gerakan lainnya adalah di dalam shalat kita lebih banyak
menggerakkan anggota tubuh, termasuk jari-jari kaki dan tangan.

Sujud
adalah latihan kekuatan otot tertentu, termasuk otot dada. Saat sujud,
beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan.
Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada, bagian tubuh yang menjadi
kebanggan wanita. Payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya
tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya.

Masih
dalam posisi sujud, manfaat lain yang bisa dinikmati kaum hawa adalah
otot-otot perut (rectus abdominis dan obliqus abdominis externus)
berkontraksi penuh saat pinggul serta pinggang terangkat melampaui
kepala dan dada. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut untuk
mengejan lebih dalam dan lebih lama yang membantu dalam proses
persalinan. Karena di dalam persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik
dan kemampuan mengejan yang mencukupi. Bila otot perut telah berkembang
menjadi lebih besar dan kuat, maka secara alami, otot ini justru
menjadi elastis. Kebiasaan sujud menyebabkan tubuh dapat mengembalikan
dan mempertahankan organ-organ perut pada tempatnya kembali (fiksasi).

Setelah
melakukan sujud, kita melakukan gerakan duduk. Dalam shalat terdapat
dua jenis duduk: iftirosy (tahiyat awal) dan tawaru’ (tahiyat akhir).
Hal terpenting adalah turut berkontraksinya otot-otot daerah perineum.
Bagi wanita, di daerah ini terdapat tiga liang yaitu liang
persenggamaan, dubur untuk melepas kotoran, dan saluran kemih. Saat
tawarru’, tumit kaki kiri harus menekan daerah perineum. Punggung kaki
harus diletakkan di atas telapak kaki kiri dan tumit kaki kanan harus
menekan pangkal paha kanan. Pada posisi ini tumit kaki kiri akan
memijit dan menekan daerah perineum. Tekanan lembut inilah yang
memperbaiki organ reproduksi di daerah perineum.

Pada dasarnya,
seluruh gerakan shalat bertujuan meremajakan tubuh. Jika tubuh lentur,
kerusakan sel dan kulit sedikit terjadi. Apalagi jika dilakukan secara
rutin, maka sel-sel yang rusak dapat segera tergantikan. Regenerasi pun
berlangsung dengan lancar. Alhasil, tubuh senantiasa bugar.

Menuru
penelitian Prof. Dr. Muhammad Soleh dalam desertasinya yang berjudul
“Pengaruh Shalat Tahajud terhadap Peningkatan Perubahan Respon
Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Neuroimunologi” dengan
desertasi itu, Soleh berhasil meraih gelar doctor dalam bidang ilmu
kedokteran pada program pasca sarjana Universitas Surabaya yang
dipertahankannya beberapa waktu lalu.

Shalat tahajud ternyata
bukan hanya sekedar shalat tambahan (sunah muakkad), tetapi jika
dilakukan secara rutin dan ikhlas akan bisa mengatasi penyakit kanker.
Secara medis, shalat tahajud mampu menumbuhkan respons ketahanan tubuh
(imunologi) khususnya pada imunoglobin M, G, A, dan limfositnya yang
berupa persepsi serta motivasi positif. Selain itu, juga dapat
mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang
dihadapi.

Selama ini, ulama melihat ikhlas hanya sebagai
persoalan mental psikis. Namun, sebetulnya permasalahan ini dapat
dibuktikan dengan teknologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini
dipandang sebagai misteri dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui
sekresi hormon kortisol dengan parameter kondisi tubuh. Pada kondisi
normal, jumlah kortisol pada pagi hari normalnya antra 38-690
nmol/liter. Sedangkan pada malam hari atau setelah pukul 24.00, jumlah
ini meningkat menjadi 69-345 nmol/liter.

“Kalau jumlah hormone
kortisolnya normal, dapat diindikasikan bahwa orang tersebut tidak
ikhlas karena merasa tertekan. Demikian juga sebaliknya,” ujarnya
seraya menegaskan temuannya ini membantah paradigma lama yang
menganggap ajaran agama Islam semata-mata dogma atau doktrin.

Menurut
Dr. Soleh, orang stress biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker
dan infeksi. Dengan melakukan tahajud secara rutin dan disertai
perasaan ihklas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respon
imun yang baik serta besar kemungkinan terhindar dari penyakit infeksi
dan kanker. Berdasarkan perhitungan medis, shalat tahajud yang demikian
menyebabkan seseorang memiliki ketahanan tubuh yang baik.

Wong Fei Hung Adalah Seorang Muslim



Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?

Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China. Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China.

Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.

Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi. Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya kepada Wong Fei Hung.

Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan Keluarga Wong.

Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu tanpa pamrih.

Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.

Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.

Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.

Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus. Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berhasil menghajar lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.

Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam usia pendek. Setelah istri ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.

Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun dan berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian yang dimilikinya. Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati Syahid. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt dan semoga segala kebaikannya menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya. Amiin.

ketika nabi tersenyum

Saat menikahkan putri bungsunya, Sayyidah Fatimah Az Zahrah, dengan sahabat Ali bin Abi Thalib, Baginda Nabi Muhammad SAW tersenyum lebar. Itu merupakan peristiwa yang penuh kebahagiaan.

Hal serupa juga diperlihatkan Rasulullah SAW pada peristiwa Fathu Makkah, pembebasan Makkah, karena hari itu merupakan hari kemenangan besar bagi kaum muslimin.
“Hari itu adalah hari yang penuh dengan senyum panjang yang terukir dari bibir Rasulullah SAW serta bibir seluruh kaum muslimin” tulis Ibnu Hisyam dalam kita As Sirah Nabawiyyah.

Rasulullah SAW adalah pribadi yang lembut dan penuh senyum. Namun, beliau tidak memberi senyum kepada sembarang orang. Demikian istimewanya senyum Rasul sampai-sampai Abu Bakar dan Umar, dua sahabat utama beliau, sering terperangah dan memperhatikan arti senyum tersebut.

Misalnya mereka heran melihat Rasul tertawa saat berada di Muzdalifah di suatu akhir malam. “Sesungguhnya Tuan tidak biasa tertawa pada saat seperti ini,” kata Umar. “Apa yang menyebabkan Tuan tertawa?” Pada saat seperti itu, akhir malam, Nabi biasanya berdoa dengan khusyu’.

Menyadari senyuman beliau tidak sembarangan, bahkan mengandung makna tertentu, Umar berharap, “Semoga Allah menjadikan Tuan tertawa sepanjang umur”.

Atas pertanyaan diatas, Rasul menjawab, “Ketika iblis mengetahui bahwa Allah mengabulkan doaku dan mengampuni umatku, dia memungut pasir dan melemparkannya kekepalanya, sambil berseru, ‘celaka aku, binasa aku!’ Melihat hal itu aku tertawa.” (HR Ibnu Majah)

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menulis, apabila Rasul dipanggil, beliau selalu menjawab, “Labbaik”. Ini menunjukkan betapa beliau sangat rendah hati. Begitu pula, Rasul belum pernah menolak seseorang dengan ucapan “tidak” bila diminta sesuatu. Bahkan ketika tak punya apa-apa, beliau tidak pernah menolak permintaan seseorang. “Aku tidak mempunyai apa-apa,” kata Rasul, “Tapi, belilah atas namaku. Dan bila yang bersangkutan datang menagih, aku akan membayarnya.”

Banyak hal yang bisa membuat Rasul tertawa tanpa diketahui sebab musababnya. Hal itu biasanya berhubungan dengan turunnya wahyu Allah. Misalnya, ketika beliau sedang duduk-duduk dan melihat seseorang sedang makan. Pada suapan terakhir orang itu mengucapkan. “Bismillahi fi awalihi wa akhirihi.” Saat itu beliau tertawa. Tentu saja orang itu terheran-heran.

Keheranan itu dijawab beliau dengan bersabda, “Tadi aku lihat setan ikut makan bersama dia. Tapi begitu dia membaca basmalah, setan itu memuntahkan makanan yang sudah ditelannya.” Rupanya orang itu tidak mengucapkan basmalah ketika mulai makan.

Suatu hari Umar tertegun melihat senyuman Nabi. Belum sempat dia bertanya, Nabi sudah mendahului bertanya, “Ya Umar, tahukah engkau mengapa aku tersenyum?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” jawab Umar.
“Sesungguhnya Allah memandang kepadamu dengan kasih sayang dan penuh rahmat pada malam hari Arafat, dan menjadikan kamu sebagai kunci Islam,” sabda beliau.

Kesaksian Anggota Tubuh

Rasul SAW bahkan sering membalas sindiran orang dengan senyuman. Misalnya ketika seorang Badui yang ikut mendengarkan taushiyah beliau tiba-tiba nyeletuk, “Ya Rasul, orang itu pasti orang Quraisy atau Anshar, karena mereka gemar bercocok tanam, sedang kami tidak.”

Saat itu Rasul tengah menceritakan dialog antara seorang penghuni surga dan Allah SWT yang mohon agar diizinkan bercocok tanam di surga. Allah SWT mengingatkan bahwa semua yang diinginkannya sudah tersedia di surga.

Karena sejak di dunia punya hobi bercocok tanam, iapun lalu mengambil beberapa biji-bijian, kemudian ia tanam. Tak lama kemudian biji itu tumbuh menjadi pohon hingga setinggi gunung, berbuah, lalu dipanenkan. Lalu Allah SWT berfirman. “Itu tidak akan membuatmu kenyang, ambillah yang lain.”

Ketika itulah si Badui menyeletuk, “Pasti itu orang Quraisy atau Anshar. Mereka gemar bercocok tanam, kami tidak.”

Mendengar itu Rasul tersenyum, sama sekali tidak marah. Padahal, beliau orang Quraisy juga.

Suatu saat justru Rasulullah yang bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian mengapa aku tertawa?.”
“Allah dan Rasul-Nya lebih tahu,” jawab para sahabat.
Maka Rasul pun menceritakan dialog antara seorang hamba dan Allah SWT. Orang itu berkata, “Aku tidak mengizinkan saksi terhadap diriku kecuali aku sendiri.”
Lalu Allah SWT menjawab, “Baiklah, cukup kamu sendiri yang menjadi saksi terhadap dirimu, dan malaikat mencatat sebagai saksi.”

Kemudia mulut orang itu dibungkam supaya diam, sementara kepada anggota tubuhnya diperintahkan untuk bicara. Anggota tubuh itupun menyampaikan kesaksian masing-masing. Lalu orang itu dipersilahkan mempertimbangkan kesaksian anggota-anggota tubuhnya.

Tapi orang itu malah membentak, “Pergi kamu, celakalah kamu!” Dulu aku selalu berusaha, berjuang, dan menjaga kamu baik-baik,” katanya.

Rasulpun tertawa melihat orang yang telah berbuat dosa itu mengira anggota tubuhnya akan membela dan menyelamatkannya. Dia mengira, anggota tubuh itu dapat menyelamatkannya dari api neraka. Tapi ternyata anggota tubuh itu menjadi saksi yang merugikan, karena memberikan kesaksian yang sebenarnya (HR Anas bin Malik).

Hal itu mengingatkan kita pada ayat 65 surah Yasin, yang maknanya, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

konsep ilmu dan kesehatan

Kasus carut-marutnya pendidikan kita menunjukkan betapa kita belum memahami konsep Ilmu dengan baik. Sukses menuntut ilmu ditafsirkan terlalu sempit dan pragmatis. Belajar adalah semata-mata demi mendapatkan ijazah dan jabatan terhormat. Maka ada baiknya kita meneropong kembali konsep para ulama kita terdahulu mengenai ilmu dan kesuksesan belajar.

Contoh dilema pendidikan yang paling hangat adalah kasus penghapusan Ujian Nasional (UN). Setelah tejadi perdebatan panjang, akhirnya pada hari Rabu 25 November 2009, MA (Mahkamah Agung) resmi menolak diadakannya UN, sampai kondisi pendidikan Indonesia lebih baik. MA menilai pemerintah telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta informasi, khususnya di daerah pedesaan.

Selain itu, ujian nasional juga dinilai membuka peluang untuk berbuat kecurangan baik yang dilakukan guru maupun siswa agar dapat lulus ujian. Ujian Nasional selama ini memang telah menjadi momok bagi sebagian besar siswa. Tahun lalu misalnya terjadi kasus, demi Ujian Nasional beberapa siswi nekat menyerahkan kehormatannya kepada seorang dukun agar ia lulus.

Ujian Nasional juga dianggap sebagai akhir dari pertaruhan. Ujian Nasioanl gagal berarti kiamat. Demikian kira-kira kesimpulan dalam benak sebagian siswa Indonesia. UN adalah satu-satunya tolok ukur kesuksesan belajar. Beberapa siswa merayakan secara berlebihan ketika lulus UN. Dua tahun lalu, aparat menangkap sekelompok siswa-siswi Surabaya yang merayakan kelulusan dengan pesta seks.

Kasus-kasus terpuruknya pendidikan kita menunjukkan betapa kita belum memahami konsep Ilmu dengan baik. Sukses menuntut ilmu ditafsirkan terlalu sempit dan pragmatis. Belajar adalah semata-mata demi mendapatkan ijazah. Kecemerlangan sekolah dibuktikan dengan suksesnya mendapatkan pekerjaan yang mapan dan menghasilkan kekayaan. Inilah pemahaman tentang ilmu dan kesuksesan belajar yang salah. Maka ada baiknya kita meneropong kembali konsep para ulama kita terdahulu mengenai ilmu dan kesuksesan belajar.

Para ulama’ salafus shalih telah menuangkan konsep ilmu dalam beberapa karyanya. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin dan Bidayatul Hidayah menguraikan secara mendalam pentingnya memahami konsep ilmu dengan baik. Menurut Hujjatul Islam Imam al-Ghazali, orang yang menuntut ilmu itu ada tiga macam: Pertama, orang yang menuntut ilmu semata-mata karena ingin mendapatkan bekal pulang menuju akhirat. Kedua, orang yang belajar dengan niat mencari sesuatu untuk menopang kehidupan duniawi, dan memperoleh kemuliaan serta jabatan terhormat. Ketiga, orang yang menjadikan ilmunya sebagai sarana memperbanyak harta, bermegah-megahan dengan kedudukan, berbangga-banggaan dengan banyaknya pengikut, mengaku ulama dan tidak merasa perlu bertaubat, karena menganggap dirinya muhsinun (orang-orang baik) (Lihat Bidayatul Hidayah).

Golongan pertama adalah golongan orang-orang yang memahami konsep ilmu dengan benar. Tujan mencari ilmu pun tidak pernah kosong dari niat untuk menghilangkan kebodohan dalam diri dan mencari ridlo Ilahi. Golongan kedua dan ketiga adalah kelompok penuntut ilmu yang materialis, mencari ilmu untuk duniawi. Jika konsep materialisme tertanam dalam diri thalibul ilmi, maka al-Ghazali memastikan ketika ia menjadi ulama, ia akan menjadi sosok ulama suu’ (ulama’ jahat), yakni ulama yang tidak beradab.

Bisa disimpulkan pula bahwa dunia pendidikan Indonesia sudah terhegemoni dengan konsep materialisme itu, atau menurut al-Ghazali masuk kategori golongan kedua dan ketiga. Motivasi belajar terwarnai dengan tujuan-tujuan duniawi belaka. Sehingga, ketika sebuah perguruan tinggi atau sekolah kejuruan membuat brosur, selalu diselipkan kata-kata jaminan manis untuk bisa bekerja. Seperti “Buat apa gelar kalau nganggur, kuliah aja di…”,” Kuliah singkat, kerja cepat” adalah slogan-slogan manis yang ditawarkan lembaga pendidikan. Akibatnya, ada kampus dibuka hanya untuk melayani pembelian ijazah, karena model perkuliahannya tidak serius, yang penting membayar kemudian lulus. Kenyataan ini, meyakinkan kita, betapa pola pikir pragmatisme menguasai cara kerja lembaga pendidikan.

Niat belajar yang salah akan memproduksi manusia-manusia bermasalah. Rasulullah SAW dalam sabdanya telah memberi peringatan keras bahwa orang yang belajar dengan tujuan untuk berbangga-bangga menjadi ulama’, berkompetisi, menyaingi teman, mencari nama dan mengumpulkan harta dunia akan menjadi manusia yang celaka (HR. Ibnu Majah). Peringatan itu kemudian dita’kid dalam kitab Bidayatul Hidayah oleh Imam al-Ghazali, bahwa bila tujuan mencari ilmu seperti tersebut di atas, maka ia termasuk golongan yang berusaha merobohkan agama, membinasakan diri, dan menjual agama. Orang-orang dengan ciri seperti inilah yang oleh Imam al-Ghazali disebut ulama suu’, atau dalam konteks saat ini bisa kita sebut ilmuwan/cendekiawan jahat. Disebut jahat karena menyalahpahamkan ajaran dan mendakwahkan kesesatan.

Ilmu dan ilmuwan dalam hal ini menjadi prioritas paling utama. Ada sebuah hadits yang maksudnya begini:”Dua macam golongan dari umatku (yang memegang peran penting). Bila mereka baik, maka baiklah umat manusia, dan bila mereka rusak maka rusakklah umat manusia. Ingatlah, mereka adalah pemimpin pemerintah dan ulama (HR. Ibn Abdil Barr dalam Ihya’ Ulumiddin). Imam Hasan r.a. mengatakan: ”Barang siapa yang bertambah ilmunya, kemudian bertambah pula ketamakan kepada dunia, maka tiada yang bertambah kecuali bertambah jauh dari Allah”.

Cukup menarik bila kita menengok pendapat Prof. Sayyid M. Naquib al-Attas, profesor yang menduduki kursi al-Ghazali di kampus ISTAC Malaysia, tentang problem ilmu ini. Menurut beliau tantangan besar yang dihadapi umat ini adalah tantangan ilmu pengetahuan. Problem itu bemula dari kesalahan mendefinisikan ilmu. Bagi al-Attas, demikian sang profesor ini akrab dipanggil, ilmu dalam dunia pendidikan adalah sesuatu yang sangat prinsipil. Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana pencapaian tujuan-tujuan sosial-ekonomi, tetapi secara khusus juga berperan dalam mencapai tujuan-tujuan spiritual manusia. Maka, pendefinisian ilmu dalam kaitannya dengan realitas spiritual manusia menjadi sangat penting.

Urgensinya, profesor yang juga pakar pemikiran-pemikiran al-Ghazali ini mengatakan, bahwa metafisika pendidikan memiliki implikasi-implikasi yang mendalam, baik pada dataran teoritis maupun praktis. Kebingungan intelektual (intelectual confusing) dan kekeliruan menangkap ilmu adalah disebabkan kekeliruan persepsi mengenai ilmu. Dari kekeliruan persepsi ini selanjutnya melahirkan ketiadaan adab (the loss of adab) pada seorang pemimpin. Uraian-uraian al-Attas ini sebenarnya merupakan artikulasi dari pemaparan Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin dan Bidayatul Hidayah.

Pada awal babnya di kitab Ihya Ulumiddin al-Ghazali mendahului uraiannya yang panjang mengenai ilmu. Konon, salah satu faktor utama al-Ghazali menulis kitab itu adalah karena keprihatinan beliau setelah melihat kelesuan umat saat itu yang sedang menghadapi perang salib. Kekalahan umat Islam dalam perang itu oleh al-Ghazali tidak dilihat dari sisi kelemahan militer tentara Islam. Namun, dengan cerdas beliau melihat sisi terdalam dari kelesuan itu, yakni kelemahan umat Islam dalam bidang ilmu. Sehingga, lahirlah orang-orang hedonis, materialistik dan pragmatis. Kitab itu ditulis untuk menghidupkan kembali tradisi salaf dalam mengkaji ilmu. Ia ingin membangun kesadaran umat terlebih dahulu dari sisi keilmuan. Karena, menurut al-Ghazali dari kesadaran dan pentradisian ilmu inilah akan lahir generasi-generasi militan yang mencintai din-nya lebih dari segalanya.

Selanjutnya al-Ghazali menerangkan tipologi ilmu. Ketika dipelajari, ilmu akan mengkristal menjadi dua fenomena besar, menurut niatnya masing-masing. Pertama, ilmu yang dipelajari tidak karena Allah (li ghairi llah) memiliki karakteristik zann dan syakk (keragua-raguan). Orangnya akan puas dengan tujuan-tujuan eksternal, fisik atau material. Akibatnya, timbul kegelisahan dalam jiwa atau khawf (takut pada prasangka yang tidak diketahui); huzn; khusr; (kesempitan hidup, derita dalam diri dan akal, depresi); hamm (risau pada bencana yang akan menimpa); ghamm; ‘usr; khasrah (penyesalan tanpa kesudahan). Kedua, ilmu yang dipelajari semata karena Allah (lillah). Ilmunya akan menanamkan i’tiqad yang kuat dalam hati. Orang dengan niat ini memiliki semangat yang tinggi, tidak cepat puas dalam pencapaian ilmunya. Hasilnya adalah yaqin, sukunun nafs (ketenangan jiwa) , khasyatullah (takut pada Allah).

Oleh karena itu, ukuran kesuksesan belajar menurut Imam al-Ghazali tidak dipandang dari sisi kemampuan menghasilkan harta dan meraih kehormatan jabatan, akan tetapi orang yang belajar – apapun ilmu yang dipelajari, baik ulum al-din (ilmu-ilmu syari’at) atau ilmu-ilmu terapan sains – dikatakan sukses bila dia semakin sadar tanggung jawab dirinya kepada Allah, dan takut kepada-Nya. Sumber ilmu hakikatnya satu, yaitu wahyu. Maka sebenarnya tidak perlu ada dikotomi antar ilmu agama dan ilmu umum. Kedua-duanya adalah sarana untuk menuju kepada-Nya. Tujuan pencarian ilmu adalah sebagai perhiasan batin dan diperindah dengan keutamaan-keutamaan untuk meningkatkan kualitas bertaqarrub kepada Allah. Penekanan pada suatu ilmu, hendaknya dimaknai dengan memasang skala prioritas, sementara prioritas mesti diukur dari sisi kepentingan dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bisshawab.

Beliau adalah Ad Da'i ilallah Al Ustadz Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Alaydrus, salah seorang ulama kharismatik yang disegani di Malang. Beliau lahir di Malang pada 21 Juli 1953.

Pendidikan dasarnya diperoleh di Madrasah Ibtidaiyah At-Taraqqie, Malang, yang pada saat itu dikelola pamannya sendiri, Al Ustadz Al Habib Alwi bin Salim Al-Aydrus.
Selesai dari Madrasah Ibtidaiyyah, beliau melanjutkan pendidikan Tsanawiyah di Ponpes Darul Hadits Al-Faqihiyyah Malang. Di pondok pesantren ini, beliau belajar dasar-dasar ilmu hadits langsung dari Al Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih yang di kemudian hari menjadi mertuanya.

Selepas dari Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah, sekitar tahun 1977, Al Habib Sholeh Bin Ahmad Al Aydrus mendapat tawaran beasiswa dari negeri Yordania dan Libya. Namun putra (alm.) Al Habib Ahmad Bin Salim Al Aydrus ini tidak menerima tawaran beasiswa tadi. Beliau justru memutuskan berangkat ke Makkah Al Mukarramah untuk berguru kepada As Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki Al Hasani.

Ihwal dipilihnya Makkah sebagai tempat tholabul 'ilmi (menuntut ilmu) tidak terlepas dari isyarah dari Al Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid (Tanggul) yang menyuruh Al Habib Sholeh pergi ke Makkah Al Mukarromah. "Tuntutlah ilmu ke Habibmu di Madinah Al Munawarrah," kata Al Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid kepada beliau yang masih ada ikatan keluarga. Yang dimaksud habib di sini adalah Rasulullah SAW.

Sehari setelah mendapat isyarah dari Al Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid, beliau diberitahu pamannya bahwa dirinya sudah ditunggu oleh Abuya Al Maliki di Makkah. Akhirnya berangkatlah Al Habib Sholeh meninggalkan Indonesia untuk berguru kepada Al-Imam As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki.

Begitu sampai di Makkah Al Habib Sholeh sangat senang karena bisa bertemu dengan Abuya As Sayyid Muhammad Al Maliki, salah satu ulama Ahlussunnah yang sangat dihormati.

Saat bertemu gurunya itu, Abuya Al Maliki berkata kepada Al Habib Sholeh, "Aku melihat pada diri kamu ada pancaran cahaya ilmu,". Ungkapan Abuya Al Maliki ini merupakan isyarah bahwa Al Habib Sholeh dianggap mampu menerima ilmu yang akan diberikan oleh Abuya Al Maliki sekaligus menjadi penyeru ummat di kemudian hari. Sebab ada riwayat yang menyebutkan bahwa Abuya Al Maliki memiliki kemampuan membaca seseorang. Abuya Al Maliki hanya menerima murid baru berdasarkan isyarah yang beliau peroleh.

Karena tinggal di kediaman Abuya Al Maliki cukup lama, Al Habib Sholeh faham betul kepribadian agung Abuya Al Maliki. Bagi Al Habib Sholeh Abuya Al Maliki adalah guru yang sangat arif. Meskipun Abuya Al Maliki bermadzhab Maliki, kenyataannya Abuya Al Maliki juga faham Madzhab Syafi’i.

Istilah sekarang, Abuya Al Maliki sangat toleran dengan perbedaan. Selain itu, kalau ada murid yang baru datang ke Makkah, Abuya Al Maliki pasti mengajaknya ke makam Rasulullah di Masjid An Nabawi. Juga diajak ke Uhud sekaligus ditunjukkan tempat-tempat di mana Nabi duduk, dan di mana Nabi berdiri. Dengan metode ini, murid pun langsung paham.

Selama 5 tahun dalam gemblengan Abuya Al Maliki, Al Habib Sholeh sudah mengkhatamkan kurang lebih 100 kitab. Rupanya 5 tahun belajar di Abuya Al Maliki masih dianggap kurang oleh Al Habib Sholeh. Akhirnya Al Habib Sholeh menambah lagi masa belajar beliau meski beberapa sahabatnya ada yang sudah kembali ke tanah air untuk berdakwah.

Memantapkan Langkah Dakwah

Setelah menempuh pendidikan di Ribath Al Maliki selama sepuluh tahun, Al Habib Sholeh pulang ke Indonesia tahun 1988. Kemudian beliau menikah dengan putri Al Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih. Al Habib Sholeh kemudian mengabdikan ilmunya mengajar di Ponpes Darul Hadits Al Faqihiyyah.

Al Habib Sholeh diwasiati oleh Abuya Al Maliki untuk menjadi penerus dakwah Rasul. "Kuunuu waratsatan nabi shallahhu 'alaihi wasallam," pesan Abuya Al Maliki. Karena itu tidak heran jika pola pengajaran dari sang guru diamalkan betul oleh Al Habib Sholeh melalui model pengajaran yang simpel tapi tepat sasaran.

Saat ini, selain menjadi pengajar di Pondok Pesantren Darul Hadits Malang, beliau juga membuka majelis taklim di rumahnya, Jln. Bareng Kartini Gg. 1 No. 2, Malang yang bernama Majlis Taklim wad Dakwah Lil Ustadz Al Habib Sholeh bin Ahmad Al Aydrus.
Aktivitas beliau memang banyak dicurahkan untuk mengajar. Pada bulan-bulan tertentu, beliau juga menyempatkan diri untuk berdakwah di berbagai daerah baik di nusantara maupun di luar negeri seperti di Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam.

Adapun materi yang disampaikan dalam tiap taklimnya, Al-Habib Sholeh Al Aydrus merujuk kitab-kitab ulama salaf, seperti dalam bab fiqih Minhajut-Thalibin, karya Imam Nawawi, Al Muhadzdzab, karya Imam Asy-Syirazi, Minhajul Qawim, karya Imam Ibnu Hajar Al Haitami. Jam'ul Jawami’, karya Imam As Subki untuk ushul fiqihnya.

Sedang kitab hadits yang beliau ajarkan adalah Shahih Al Bukhari, Al Adzkar an-Nawawiyah. Untuk masalah tauhid, beliau mengajarkan kitab Jauhar at Tauhid. Adapun untuk masalah tasawuf, kitab yang beliau ajarkan ialah kitab Ihya’ Ulumiddin, kitab Bidayatul Hidayah, keduanya karya Imam Al Ghazali, kitab Ar-Risalatul Qusyairiyyah, karangan Imam Al Qusyairi, kitab dan An-Nashaih ad-Diniyyah dan beberapa kitab Al Imam Al Habib Abdullah Al-Haddad.

Pesan Abuya Al Maliki agar menjadi penerus nabi telah terbukti. Al Habib Sholeh telah menjadi tumpuan umat dalam masalah agama dan dakwah. Selain berdakwah lewat taklim, Al Habib Sholeh juga telah mengarang beberapa kitab yang dijadikan acuan dalam mengajar di banyak pondok pesantren. Lebih dari itu beberapa kitab karangan beliau juga dijadikan rujukan dalam belajar mengajar di beberapa negara seperti Makkah, Madinah, Mesir dan Yaman.

Kitab-kitab Susunan Al Habib Sholeh bin Ahmad Al-Aydrus,

Dalam Bab Hadits : Lafthul Intibahat Fiima Hadzaral Ulama Minat Ta'lifaat, Tuhfatul Akhyaar Fii takhriji maa fii an Nashaih Minal Akhbar, Faidhul 'Allam Fii syarhi Arba’in Haditsan fis Salaam, Syarh At Targhiib Wat Tarhiib (dua juz)

Dalam Bab Fiqih : Assyaafiyah Fii Istilaahatil Fuqoha Asy Syafi'iyyah (dua juz), Is'aaful Muhtaj Fii Syarhil qiilaat Al Murojjahah Fiil Minhaaj, Irsyadul Haair ilaa ad'iyah wa aadabil Hajji Wal Musaafir Waz Zaair (Buku Panduan Adab dan Doa untuk Haji, Umrah dan Musafir)

Bab Tasawwuf: Al Mawaahibul Jaliyyah Fii Mukaatabaati Ahli Maqamatil Aliyyah, An Nashrul Faaih Fii Tartiibil Fawaatih

Bab Tsaqofah Islamiyyah: Al Faidhul Ilmiyyah Wal Fakahaatul Adabiyyah, I'laamul Bararah Bi Mabadi’ al ‘Asyarah, Fakkul Mughlaqat Fii bayanii al-Muradaat Mina Alqaab wa Asmaail Kutub al Muthlaqat.

Bab Tarikh : Minhaatul Ilaahil Ghaniy Fii Ba'dhi Manaaqibi Al Imam Alawy bin Abbas Al Maliki Al-Hasani, Lawaami'un Nur As Sani Fii Tarjamah Syaikhina Al Imam Muhammad bin Alwi Al Maliki Al- Hasani, Ghayatul Amani fi ba'dhi manaqibi Al Habib Al Imam As Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani.

Bab Sastra : Al Lughotul Arobiyyah Lughotul Qur'an, Al Injaaz Fii Amtsalat ahli Hijaaz, Nailul Arab Bii Muqaddimatil Khutab

Bab Nahwu : Alghaz An Nahwiyyah

biografi As Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Sayyid ‘Alawi bin Sayyid ‘Abbas bin Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili

As Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Sayyid ‘Alawi bin Sayyid ‘Abbas bin Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di kota suci Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki, dekat Bab As-salam

Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”.

Begitu pula ayah beliau adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.

Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.

Setelah wafat Sayyid Alwi Almaiki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta’limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah. Disamping mengajar di Masjidi Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universiatas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta’lim dan pondok di rumah beliau.

Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah beliau tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.

Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid2 beliau yang masuk ke dalam pemerintahan.

Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula beliau telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.

Sayid Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah.thariqahnya.

Dalam kehidupannya beliau selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Beliau tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka. Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengannya

Karya Tulis Beliau

Di samping tugas beliau sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll.

Sayyid Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan hampir seratus buah kitab. Beliau telah menulis dalam pelbagai topik agama, undang-undang, social serta sejarah, dan kebanyakan bukunya dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi Islam di seluruh dunia. Kita sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai bidang:

Aqidah:

1. Mafahim Yajib an Tusahhah
2. Manhaj As-salaf fi Fahm An-Nusus
3. At-Tahzir min at-Takfir
4. Huwa Allah
5. Qul Hazihi Sabeeli
6. Sharh ‘Aqidat al-‘Awam

Tafsir:

1. Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an
2. Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la
3. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran
4. Hawl Khasa’is al-Quran

Hadith:

1. Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif
2. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith
3. Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi
4. Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik

Sirah:

1. Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil
2. Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah
3. ‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif
4. Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah
5. Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah
6. Zikriyat wa Munasabat
7. Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra

Usul:

1. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh
2. Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh
3. Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah

Fiqh:

1. Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha
2. Shawariq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar
3. Abwab al-Faraj
4. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar
5. Al-Husun al-Mani‘ah
6. Mukhtasar Shawariq al-Anwar

Lain-lain:

1. Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah)
2. Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis)
3. Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam)
4. Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da‘wah ila Allah (Teknik Dawah)
5. Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga)
6. Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam)
7. Al-Muslimun Bayn al-Waqi‘ wa al-Tajribah (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman)
8. Kashf al-Ghumma (Ganjaran Membantu Muslimin)
9. Al-Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan)
10. Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi Ucapan)
11. Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah)
12. Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi)
13. Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk beliau, As-Sayyid Abbas)
14. Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa beliau, As-Sayyid Alawi)
15. Al-Tali‘ al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)
16. Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)

Catatan diatas adalah kitab As-Sayyid Muhammad yang telah dihasilkan dan diterbitkan. Terdapat banyak lagi kitab yang tidak disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak menyebutkan berapa banyak karya tulis yang telah dikaji, dan diterbitkan untuk pertama kali, dengan ta'liq (catatan kaki) dan komentar dari As-Sayyid Muhammad. Secara keseluruhannya, sumbangan As-Sayyid Muhammad amat agung.Banyak hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.

Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.

Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf.

Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.

Pada tanggal 11/11/1424, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.

Beliau wafat hari jumat tanggal 15 ramadhan 1425 dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping kuburan istri Rasulullah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ra. Dan yang menyaksikan penguburan beliau seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri.

Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah beliau setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat.

Semoga kita bisa meneladani beliau. Amien.

sufi sejati

"Abu Bakar mengungguli kalian bukan karena banyaknya salat dan banyaknya puasa, tapi karena sesuatu yang bersemayam di hatinya." (HR at-Tirmidzi di an-Nawâdir dan al-Ghazali di Ihyâ' Ulûmiddîn)

Setiap malam Jumat, usai salat Isyak, tubuh yang dibalut jubah kasar itu duduk berzikir. Kepalanya menunduk sangat rendah sampai menyentuh lutut. Begitu khusyuk dan khidmat, tak sedikit pun bergerak untuk mendongak. Menjelang fajar terbit, kepalanya baru diangkat, menghela nafas yang panjang dan tersendat-sendat. Kontan, aroma di ruangan itu berubah. Tercium bau hati yang terpanggang.

Itulah ibadah khusus Abu Bakar Radhiallâhu'anhu yang diceritakan oleh istri beliau setelah mendapat permintaan dari Umar bin al-Khatthab. Umar menitikkan air mata, terharu mendengar cerita dari istri pendahulunya itu. "Bagaimana mungkin putra al-Khatthab bisa memiliki hati yang terpanggang," desahnya. Hati yang terbakar oleh rasa takut melihat kebesaran Allah, terbakar oleh rasa cinta karena memandang keindahan Allah, juga terbakar oleh harapan yang memuncak akan belas kasih Allah.

Abu Bakar ash-Shiddiq dinobatkan sebagai orang terbaik dari kalangan umat Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah SAW juga menobatkannya khalîl atau kekasih terdekat bagi beliau. Faktor utamanya bukan karena banyaknya amal yang beliau lakukan, tapi karena totalitas hatinya. Hatinya serba total untuk Allah dan Rasul-Nya.

Pada saat Rasulullah SAW mengumumkan agar kaum Muslimin menyumbangkan harta mereka untuk dana perang melawan Romawi di Tabuk, Abu Bakar membawa seluruh hartanya kepada Rasulullah SAW. "Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?" tanya Rasulullah kepada Abu Bakar.
"Allah dan Rasul-Nya?" jawab Abu Bakar tanpa keraguan sedikitpun.
Inilah totalitas hati Abu Bakar. "Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati tak menyisakan apapun melainkan apa yang ia cintai," demikian komentar Imam al-Ghazali tentang kisah beliau ini.

Totalitas hati itu membawa Abu Bakar SAW menjadi orang yang paling makrifat kepada Allah di antara umat Rasulullah SAW yang lain. Abu Bakar Radhiallâhu'anhu mengorbankan segalanya untuk Allah dan Rasulullah SAW

. Hingga, hidupnya begitu miskin setelah mengucapkan ikrar Islam di hadapan Rasulullah. Padahal, sebelumnya Abu Bakar adalah saudagar yang disegani di Quraisy.
Abdullah bin Umar bercerita: Suatu ketika Rasulullah SAW duduk. Di samping beliau ada Abu Bakar memakai jubah kasar, di bagian dadanya ditutupi dengan tambalan. Malaikat Jibril turun menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan salam Allah kepada Abu Bakar.
"Hai Rasulullah, kenapa aku lihat Abu Bakar memakai jubah kasar dengan tambalan penutup di bagian dadanya?" tanya Malaikat Jibril.

"Ia telah menginfakkan hartanya untukku sebelum Penaklukan Makkah." Sabda beliau
"Sampaikan kepadanya salam dari Allah dan sampaikan kepadanya: Tuhanmu bertanya: Apakah engkau rela dengan kefakiranmu ini ataukah tidak rela?"
Rasulullah SAW menoleh kepada Abu Bakar. "Hai Abu Bakar, ini Jibril menyampaikan salam dari Allah kepadamu, dan Allah bertanya: Apakah engkau rela dengan kefakiranmu ini ataukah tidak rela?"

Abu Bakar menangis: "Apakah aku akan murka kepada (takdir) Tuhanku!? (Tidak!) Aku rida dengan (takdir) Tuhanku, Aku rida akan (takdir) Tuhanku."
Semua miliknya habis untuk Allah dan Rasulullah SAW. Inilah totalitas cinta. Cinta yang mengorbankan segalanya untuk Sang Kekasih, tak menyisakan apa-apa lagi selain Dia di hatinya. "Orang yang merasakan kemurnian cinta kepada Allah, maka cinta itu akan membuatnya berpaling dari pencarian terhadap dunia dan membuatnya merasa tidak asyik bersama dengan segenap manusia." Demikian untaian kalimat tentang tasawuf cinta yang pernah terucap dari mulut mulia Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq.

Oleh karena itu, Sayidina Abu Bakar memilih zuhud sebagai jalan hidup utama beliau. Dunia bukanlah fasilitas yang hendak dinikmati, tapi godaan yang harus dihindari. Faktor utama yang menyebabkan manusia lupa kepada Allah adalah kesukaannya terhadap hal-hal duniawi.
Faktor utama yang menyebabkan manusia mendurhakai Allah juga kegilaan terhadap hal-hal duniawi. Kegilaan terhadap hal-hal duniawi merupakan sumber dan induk dari segala kesalahan yang dilakukan manusia.

tangisan muadzin rosul

Jika nama Abu Bakar disebut, Al-Faruq Umar bin al-Khaththab -Radhiallaahu ‘Anhu berkata, “Abu Bakar adalah tuan kami, dan dia membebaskan tuan kami.” Yakni Bilal. Orang yang disebut Umar sebagai “tuan kami” adalah benar-benar orang yang mulia dan mempunyai kedudukan yang agung.

Ia adalah mu’adzin Rasulullah -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam. Ia adalah hamba yang disiksa oleh tuannya dengan batu yang telah dipanaskan un-tuk memurtadkannya dari agamanya, tapi ia berkata, “Ahad, Ahad (Allah Yang Esa).”

Ia hidup sebagai hamba sahaya, hari-harinya berlalu tanpa beda dan buruk. Ia tidak punya hak pada hari ini, dan tidak punya harapan pada esok hari. Seringkali ia mendengar tuan-nya, Umayyah, berbicara bersama kawan-kawannya pada suatu waktu dan para anggota kabilah di waktu lain tentang Rasulullah -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, dengan pembicaraan yang meluapkan amarah dan ke-dengkian yang sangat.

Pada suatu hari Bilal bin Rabah mengetahui cahaya Allah, lalu ia pergi menemui Rasulullah a dan mengikrarkan keisla-mannya. Setelah itu ia menghadapi berbagai macam penyiksaan, tapi ia tetap tegar bagai gunung. Ia diletakkan dalam keadaan telanjang di atas bara api. Mereka membawanya keluar pada siang hari ke padang pasir, dan mencampakkannya di atas pasir-pasir yang panas dalam keadaan tak berbaju. Kemudian mereka membawa batu yang telah dipanaskan yang diangkut dari tem-patnya oleh sejumlah orang dan meletakkannya di atas tubuh dan dadanya. Siksa demi siksa berulang-ulang setiap hari, tapi ia tetap tegar. Hati sebagian penyiksanya menjadi lunak seraya berkata, “Sebutlah Lata dan Uzza dengan baik.” Mereka me-nyuruhnya supaya memohon kepadanya tapi Bilal menolak untuk mengucapkannya, dan sebagai gantinya ia mengucapkan senandung abadinya, “Ahad, Ahad“.

Abu Bakar ash-Shiddiq -Radhiallaahu ‘Anhu datang pada saat mereka menyiksanya, dan meneriaki mereka dengan ucapan, “Apakah kalian membunuh seseorang karena berucap, ‘Rabbku adalah Allah?’.” Abu Bakar meminta kepada mereka untuk menjualnya kepadanya. Umayyah memang berkeinginan untuk menjualnya. Akhirnya Abu Bakar rhu membelinya dengan harga yang berlipat ganda dari Umayyah. Setelah itu dia membebaskannya, dan Bilal mulai menjalani kehidupannya di tengah-tengah orang-orang mer-deka… para sahabat yang taat lagi berbakti. Ketika Abu Bakar memegang tangan Bilal untuk membawanya, maka Umayyah berkata kepadanya, “Ambillah! Demi Lata dan Uzza, seandainya kamu menolak kecuali membelinya dengan satu uqiyah, niscaya aku menjualnya kepadamu dengan harga itu.” Abu Bakar rhu menjawab, “Demi Allah, seandainya kamu menolak kecuali seharga seratus uqiyah, niscaya aku membayarnya.”

Setelah Rasulullah -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam hijrah ke Madinah, Rasulullah -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam me-nyariatkan adzan untuk shalat, dan pilihan jatuh pada Bilal sebagai mu’adzin pertama untuk shalat. Ini pilihan Rasulullah saw. Bilal pun melantunkan suaranya yang menyejukkan dan menggembirakan, yang memenuhi hati dengan iman, dan pendengaran dengan keindahan. Ia menyeru, “Allahu Akbar, Allahu Akbar” dan seterusnya. Ketika datang perang Badar, dan Allah menyampaikan urusannya, Umayyah keluar untuk berperang… Dan ia jatuh tersungkur dalam keadaan mati di tangan Bilal -Radhiallaahu ‘Anhu.

Pemimpin kekafiran mati tertusuk oleh pedang-pedang Islam sebagai balasan buat Bilal yang berteriak setelah terbunuh-nya, “Ahad, Ahad.” Hari-hari berlalu, Makkah ditaklukkan, dan Rasulullah -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam masuk Makkah dengan ditemani Bilal. Kebenaran telah datang, dan kebatilan telah sirna. Bilal mengikuti semua peperangan bersama Rasul -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dan mengumandangkan adzan untuk shalat. Ia terus menjaga syiar agama yang agung ini. Sampai-sampai Rasul -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menyifatinya sebagai “seorang pria ahli surga”. Dan Rasul -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berpulang ke haribaan Allah dalam keadaan ridha lagi diridhai. Sepeninggal beliau, sahabatnya dan khalifahnya, Abu Bakar ash-Shiddiq -Radhiallaahu ‘Anhu bangkit memimpin urusan kaum muslimin. Bilal pergi menemui ash-Shiddiq seraya berkata kepadanya, “Wahai Khalifah Rasulullah, aku mendengar Rasulullah -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda,


‘Amalan mukmin yang paling utama ialah berjihad di jalan Allah’.”*

Abu Bakar bertanya kepadanya, “Apakah yang engkau kehendaki, wahai Bilal?” Ia menjawab, “Aku ingin murabathah (siap siaga berperang) di jalan Allah hingga aku mati.” Abu Bakar bertanya, “Lantas siapa yang mengumandangkan adzan untuk kami?!”

Bilal berkata, sementara kedua matanya mengalirkan air mata, “Sesungguhnya aku tidak mengumandangkan adzan untuk seorang pun sepeninggal Rasulullah -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam .” Abu Bakar berkata, “Tetaplah mengumandangkan adzan untuk kami, wahai Bilal.” Bilal berkata, “Jika engkau memerdekakan aku agar aku menjadi milikmu, lakukan apa yang engkau suka. Jika engkau memerdekakan aku karena Allah, biarkanlah aku berikut pembebasan yang kau berikan kepadaku.” Abu Bakar berkata, “Aku memerdekakanmu karena Allah, ya Bilal.”

Bilal kemudian melakukan perjalanan ke Syam yang di sana ia terus menjadi mujahid dan selalu siap sedia untuk berjihad. Konon, ia berkali-kali datang ke Madinah dari waktu ke waktu … tapi ia tidak mampu mengumandangkan adzan. Hal itu karena setiap kali hendak mengucapkan, “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah” (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah), kenangan-kenangan masa lalu menahan dirinya, lalu suaranya tersembunyi di kerongkongannya, dan sebagai gantinya air matanyalah yang meneriakkan kata-kata itu.**

Akhir adzan yang dikumandangkannya ialah pada saat Khalifah al-Faruq Umar bin al-Khaththab -Radhiallaahu ‘Anhu mengunjungi Syam. Kaum muslimin meminta Khalifah membawa Bilal agar mengumandangkan adzan untuk shalat mereka. Amirul Mu’minin memanggil Bilal, sementara waktu shalat telah tiba. Umar berharap kepadanya agar mengumandangkan adzan untuk shalat. Bilal pun naik dan mengumandangkan adzan… maka menangislah para sahabat yang pernah bersama Rasulullah saw ketika Bilal mengumandangkan adzan untuk beliau. Mereka menangis seakan-akan mereka tidak pernah menangis sebelumnya, selamanya.

Bilal meninggal di Syam dalam keadaan bersiap siaga di jalan Allah, sebagaimana yang dikehendakinya. Semoga Allah meridhainya dan menjadikannya ridha kepadaNya.

kelihain setan

Zaman dahulu ada seorang ahli ibadah (abid) dari Bani Israil yang dikatakan paling shalih di zamannya. la mempunyai tiga kawan bersaudara dengan seorang adik yang masih gadis, satu-satunya saudara perempuan mereka.

Pada satu ketika, ketiga kawannya itu hendak pergi mengadakan perjalanan untuk berjihad di jalan Allah. Namun mereka sulit mendapati orang yang dapat dititipi saudara perempuannya, sekaligus dapat dipercaya untuk menjaganya. Akhirnya mereka sepakat, adiknya akan dititipkan pada si abid dan mempercayakan perihal saudara perempuan mereka sepenuhnya kepada ahli ibadah itu.

Ketiganya pun mendatangi si abid dan meminta kepadanya agar berkenan untuk dititipi. Mereka mengharapkan agar saudara perempuan mereka berada di dekatnya sampai mereka pulang dari perjalanan perang.
Namun, si abid menolaknya.

Ketiga bersaudara itu terus berusaha dan meminta si abid agar mau menerimanya.
Akhirnya, si abid pun mau menerima, seraya mengatakan, "Tempatkan saja ia di rumah yang berdampingan dengan tempat ibadahku ini!"
Mereka menempatkan gadis itu di rumah tersebut sebagaimana yang dikatakan si abid. Kemudian, ketiganya pun pergi berperang di jalan Allah.

Setan Mulai Bersiasat
Gadis itu sudah cukup lama berada di kediaman dekat tempat si abid. Sementara si abid biasa menaruh makanan di bawah tempat ibadahnya untuk diambil oleh gadis itu. la tidak mau mengantar makanan ke rumah yang ditempati wanita itu. la meminta agar gadis itulah yang mengambilnya. Maka gadis itulah yang selalu keluar dari tempatnya untuk mengambil makanan setiap hari.

Setan pun datang membujuk si ahli ibadah dengan menggambarkan kebaikan. Setan mengatakan kepadanya, kalau wanita itu selalu keluar dari rumahnya di waktu siang untuk mengambil makanan, nanti akan ada orang yang melihat dan menyergapnya. Setan berbisik kepadanya, "Jika engkau yang pergi sendiri untuk mengantarkan makanan dan menyimpan di pintu rumahnya, itu akan lebih baik dan lebih besar pahalanya bagimu."

Setan tak henti-hentinya membisikkan suara tersebut sampai akhirnya sang ahli ibadah menurutinya. Maka ia sendiri yang menyimpan makanan di dekat pintu rumah tempat gadis tadi berdiam.
Namun, ketika meletakkan makanan di depan pintu, ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

Cukup lama si abid melakukan hal itu. Hingga setan datang lagi kepada si abid dan menganjurkan agar dirinya mau menambah "kebaikan". Setan berbisik kepadanyq, "Jika engkau mengajak ngobrol kepadanya, ia akan merasa tenteram dengan obrolanmu. Sebab, ia sedang kesepian sekali."
Setan tak henti-hentinya merayu si abid agar mau melakukan apa yang dibisikkannya itu.

Akhirnya; ahli ibadah ini terkadang mengajak ngobrol gadis tersebut dari atas tempat ibadahnya. la tidak mau turun ke bawah, karena takut terkena dosa.
Selanjutnya setan 8atang lagi kepada si abid dan mengatakan, "Jika engkau turun ke bawah dan duduk di pintu tempat ibadahmu untuk bercakap-cakap dengannya dan dia pun tetap berada di pintu rumahnya, itu lebih baik dan menambah rasa tenang kepadanya."

Setan tak henti-hentinya merayu sang ahli ibadah hingga si abid pun mau melakukannya. la duduk di pintu tempat ibadahnya, begitu juga si gadis di pintunya. Mereka pun saling bercakapcakap.
Cukup lama dua orang tersebut terus-terusan melakukan kebiasaan bercakap-cakap di atas pintu masing-masing.

Seperti biasanya, setan datang lagi membujuk si abid agar melakukan "kebaikan" yang lebih banyak lagi. Setan berbisik, "Jika engkau keluar dari tempat ibadahmu lalu mendekati pintu rumahnya dan engkau berbicara dengannya, ia akan lebih tenteram dan lebih merasa senang. Itu kebaikan yang besar. la tidak harus keluar dari rumahnya. Biarlah ia berada di dalam rumahnya dan engkau di luar."
Setan tak henti-hentinya membisikkan hal tersebut. Akhirnya si abid pun mau melakukan apa yang dibisikkan kepadanya itu.

Si abid akhirnya terbiasa mendekati pintu rumah tempat gadis tadi berdiam. la bercakap-cakap dengannya. Padahal, awalnya ia tak pernah beranjak dari tempat ibadahnya. Kalaupun untuk mengajak berbicara kepada gadis itu, ia melakukannya dari atas dan tidak mau turun ke bawah. Cukup lama kebiasaan yang dilakukan oleh sang ahli ibadah tersebut.

Selanjutnya setan datang kepada sang ahli ibadah dan berbisik, "Jika engkau masuk ke dalam rumahnya, lalu engkau bercakap-cakap dengannya, itu lebih baik. Sebab, jika engkau ada di dalam, wanita itu tetap tidak terlihat orang lain."
Ahli ibadah ini mengikuti saran setan sehingga ia pun masuk ke dalam rumah tersebut.
Hampir seharian penuh, setiap hari, si ahli ibadah bercakap-cakap dengan si gadis.
Ketika waktu telah menjelang sore, ia baru naik ke atas tempat ibadahnya untuk melanjutkan ibadahnya.

Terjadilah Perzinaan
Setan selalu datang kepada si abid untuk merayunya setiap saat. Lama-kelamaan si abid bahkan sampai dapat menyentuh tubuh gadis tersebut.
Setan terus-menerus mengganggu si abid dan si gadis. Dan, terjadilah perzinaan.
Akhirnya, wanita itu pun hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki.
Setan pun datang kembali kepada si abid dan berkata kepadanya, "Bagai
mana kalau nanti saudara-saudara perempuan ini datang sementara ia melahirkan anak darimu? Apa yang akan engkau katakan? Mereka pasti akan mencela dan menghajarmu. Kareha itu, bunuh saja anak itu. Perempuan itu pasti akan menutupi rahasia ini. Sebab, ia juga takut kepada saudara-saudaranya kalau mereka mengetahuinya."

Maka si abid melakukan apa yang disarankan oleh setan tersebut, yaitu membunuh anak itu.
Setelah dia membunuh anak laki-laki itu, setan berkata kepadanya, "Tapi, wahai pemuda, apa kau yakin perempuan itu akan menyembunyikan apa yang dilakukan olehmu? Sudah, bunuh saja dia!"
Si abid pun akhirnya membunuh perempuan itu dan menguburkannya bersama anaknya. la meletakkan batu besar di atas kuburan anak dan ibunya tersebut.
Setelah itu, ia naik ke atas tempat ibadahnya untuk meneruskan ibadah.

Mati Su'ul Khatimah
Tidak lama setelah kejadian itu, datanglah ketiga_saudara perempuan yang dibunuh tadi dari berperang. Mereka langsung menuju ke tempat si abid, menanyakan perihal saudara perempuan mereka.
Mendengar pertanyaan tersebut, si abid menangis dan menceritakan kejadian yang mengerikan. la menyebutkan, saudara perempuan mereka meninggal karena suatu penyakit. "Saya sangat mengenalnya, ia adalah seorang wanita yang baik. Kuburannya ada di suatu tempat," kata si abid sambil menunjukkan sebuah kuburan yang agak jauh dari tempat ibadahnya.

Mereka segera mendatangi tempat yang ditunjukkan si abid. Sesampainya di sana, ketiganya menangis. Beberapa hari mereka tak henti-hentinya menziarahi kuburan adiknya. Setelah itu mereka pun pulang ke rumah keluarga asal mereka.
Ketika malam tiba dan mereka telah tertidur, setan datang dalam mimpi mereka. Dalam mimpi tersebut setan muncul dalam bentuk seorang laki-laki yang sedang melakukan perjalanan. Setan memulai mendatangi orang yang paling tua di antara mereka dan bertanya mengenai saudara perempuannya.
Sang kakak yang paling besar pun menceritakannya sebagaimana berita yang diterimanya dari si abid dan ia telah mengunjungi kuburannya.
Setan menyatakan bahwa kabar tersebut adalah dusta, "Apa yang dikabar kan olehnya tentang saudara perempuanmu hanya bualan. Justru ia telah menghamilinya dan adikmu melahirkan anak laki-laki. Karena takut diketaliui, ia membunuhnya dan membunuh pula ibunya. la memasukkan keduanya ke dalam sebuah lubang yang telah digali di balik pintunya, yaitu di sebelah kanan. Silakan engkau datangi tempat tersebut dan buktikan saja di sana. Kalian akan menemukan keduanya sebagaimana yang aku beritakan ini!"

Selanjutnya setan mendatangi kedua saudaranya yang lain dan menyampaikan kabar yang sama.
Ketiganya merasa kaget atas mimpi itu sebab mereka memimpikan hal yang sama. Saudara yang paling besar berkata, "Ah, itu hanya mimpi. Tidak ada apa-apanya. Sudah, jangan kalian hiraukan, kita biarkan saja!"
Saudara yang paling kecil berkata, "Demi Tuhan, saya tidak akan tenang kecuali setelah membuktikan tempat yang ditunjukkan itu."

Akhirnya ketiganya berangkat mendatangi rumah bekas hunian adik perempuan mereka. Mereka membuka pintu rumah tersebut dan mencari tempat yang disebutkan oleh setan kepada mereka di dalam mimpi. Benar saja, mereka menemukan saudara perempuan dan anaknya telah digorok lehernya dan diletakkan di tempat itu.
Mereka pun datang kepada si abid dan menanyakan keadaan yang sebenarnya.
Akhirnya si abid membenarkan apa yang dikatakan oleh setan tadi.

Ketiga saudara perempuan tersebut akhirnya membawa turun si ahli ibadah dan menghadapkannya kepada raja. Sang ahli ibadah divonis mati dengan disalib.
Ketika si abid sudah diikat di atas kayu untuk dibunuh, datanglah setan kepadanya dan berkata, "Aku ini sahabatmu yang mengujimu dengan perempuan yang engkau hamili dan bunuh itu. Jika engkau ikuti perintahku hari ini dan kafir kepada Allah... aku akan menyelamatkanmu dari bahaya yang sedang engkau hadapi ini."
Si abid mengiyakan anjuran setan, yaitu kufur kepada Allah.
Ketika ia telah kafir, setan meninggalkannya dan orang-orang membunuhnya.